Biji kopi asal Kalimantan Selatan. |
Namun jika tidak diimbangi dengan laju pertumbuhan dan ketersedian kebutuhan pokok berupa pangan yang bersumber dari pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan, maka akan terjadi dampak Inflasi yang berkelanjutan.
Selain
itu salah satu dampak yang sulit dihindari lagi adalah terjadinya
konversi lahan pertanian, hutan, dan ruang terbuka lainnya menjadi lahan
terbangun untuk mencukupi kebutuhan penduduk perkotaan.
Penurunan ruang
terbuka hijau (RTH), baik secara kuantitatif, maupun kualitatif
menyebabkan penurunan kualitas lingkungan perkotaan, seperti ruang
resapan air berkurang, lingkungan menjadi gersang dan panas, serta
menurunnya jumlah keanekaragaman hayati.
Untuk
mencegah terjadinya kerusakan lingkungan lebih lanjut yang diakibatkan
oleh pertumbuhan pembangunan fisik diperlukan adanya perlindungan
lingkungan, dimana setiap pembangunan yang sedang berlangsung harus
dapat mengedepankan keterbatasan dan kelebihan yang dimiliki oleh
lingkungan itu sendiri.
Meskipun perekonomian di Kota Banjarbaru lebih
ditopang oleh sektor perdagangan dan jasa, bukan berarti aktivitas
bertani tidak memiliki peran bagi perekonomian di Ibukota Provinsi
Kalimantan Selatan ini.
Sektor pertanian dan
aktivitas petanian keluarga skala kecil di Kota Banjarbaru sudah mulai
ada sejak Kota Banjarbaru belum lahir 24 tahun yang lalu. Ini merupakan
kelebihan kearifan lokal yang patut dijaga keberlanjutannya, selain
menjadi solusi masalah ekonomi dan ketahanan pangan, pertanian perkotaan
juga memiliki peran untuk memperluas RTH kota sekaligus memperindah
wajah ibu kota.
Salah satu bentuk RTH yang dapat dikembangkan adalah
dengan konsep pertanian perkotaan atau urban farming, yaitu kegiatan
pertanian yang dilakukan di lingkungan kota sebagai salah satu bentuk
RTH produktif yang bernilai ekonomis dan ekologis.
Kegiatan bertani di
perkotaan dapat menjadi lapangan kerja alternatif bagi masyarakat urban
yang tengah kesulitan mencari pekerjaan dan potensi sumber ekonomi baru
yang lebih ramah lingkungan, berkeadilan dan berkelanjutan.
Memperhatikan
kondisi RTH mulai dari Taman Kota, Hutan Kota sampai ke dalam komplek
perumahan hunian maka RTH untuk pengembangan pertanian perkotaan di
Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan ini akan sesuai dengan salah satu
visi misi serta program kerja unggulan Kepala Daerah Wali Kota dan Wakil
Wali Kota Banjarbaru yaitu urban farming.
Adapun
kondisi fisik tanah yang dipergunakan untuk menggambarkan kondisi
efektif per tumbuhan tanaman adalah kelerengan, kedalaman efektif tanah,
drainase, keadaan erosi tanah, dapat dijelaskan sebagai berikut :
Klasifikasi
kelerengan Kota Banjarbaru adalah kelerengan 0-2% mencakup 88,04% luas
wilayah, kelerengan 2-8 % mencakup 8,10 % wilayah, kelerengan 8-15%
mencakup 0,35% luas wilayah, sedangkan sisanya kelerengan >15%
mencakup 3,51% luas wilayah.
Klasifikasi
kedalaman efektif tanah terbagi dalam empat kelas yaitu kedalaman <30
cm, 30-60 cm, 60-90 cm dan >90 cm. Kota Banjarbaru secara umum
mempunyai kedalaman efektif lebih dari 90 cm dimana jenis-jenis tanaman
tahunan akan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, contohnya kopi,
kakao dan buah-buahan tropis lainnya.
Maka
dalam hal ini perlu disusun regulasi yang mampu meakomodir keinginan
petani masyarakat kota yang ingin mengakses lahan-lahan RTH sebagai
tempat berbudidaya tanaman komoditi pangan atau perkebunan sehingga
keberadaan RTH perkotaan mampu memberi dampak sosial ekonomi bagi
masyarakat kota itu sendiri dan bisa menjadi sumber pendapatan asli
daerah juga dari retribusi kemanfaatan aset-aset milik pemerintah kota
tersebut.
Mari kita Hijaukan Kota Banjarbaru
yang lestari dengan pertumbuhan ekonomi hijaunya yang kreatif, unik dan
inovatif sebagai percontohan Kota yang ramah lingkungan yang
berkelanjutan
Penulis:
Dwi Putra Kurniawan
Warga Kota Banjarbaru