Dalam rangka percepatan pembangunan desa, kelurahan, dan pengembangan tugas, Kecamatan Paringin Selatan ciptakan inovasi terbaru sebagai sarana koordinasi yang disebut Rumah Koordinasi (Ruko) Paringin selatan.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Camat Paringin Selatan Renny Yudithesia, saat bersama para awak media, Kamis (8/6/2023).
"Inovasi Ruko Parsel ini untuk mengerahkan semua aparatur kami membantu desa, baik dalam penyelesaian masalah yang terjadi di lingkup pemerintah desa, penggalian potensi desa, pembinaan pengelolaan keuangan desa, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban desa, maupun kegiatan pemberdayaan,"paparnya.
Adapun yang mendasari terciptanya inovasi Ruko Parsel, Renny menjelaskan proses pembangunan dapat terlaksana sesuai dengan apa yang diharapkan, maka salah satu aspek yang diperhatikan adalah koordinasi dari aparat pelaksana pembangunan.
Koordinasi salah satu cara untuk mempersatukan usaha dari setiap penanggung jawab pelaksana pembangunan atau unit kerja yang ada di suatu daerah guna mempermudah proses pembangunan, terutama pembangunan yang sesuai dengan tuntutan otonomi daerah mencapai tujuan pembangunan yang telah ditetapkan.
"Pembangunan dibutuhkan koordinasi yang baik agar dapat lebih efisien dari segi pembiayaan dan efektif dari segi hasil. Saling koordinasi yang baik dalam pembangunan ini penting karena akan menentukan di mana peran pemerintah dan peran masyarakat sehingga kedua belah pihak mampu berperan secara optimal dan sinergitas,"jelasnya.
Di sisi lain, ia juga mengatakan lahirnya inovasi Ruko Parsel ini timbul dari data permasalahan dan letak Kecamatan Paringin selatan yang terletak di perkantoran Kabupaten Balangan dengan jumlah 1 kelurahan dan 15 desa serta luas wilayah 86,80 km² dengan persentasi dari kabupaten yaitu 4,62% merupakan Kecamatan terkecil dari 7 kecamatan yang ada di Kabupaten Balangan.
Dari kondisi geografis ini. Kecamatan Paringin selatan juga tidak luput dari berbagai permasalahan yang ada di desa, seperti halnya:
1. Pelayanan yang prima terhadap masyarakat belum maksimal karena aparatur pemerintah desa dalam penguasaan IT, manajemen, pelayanan kepada masyarakat belum memadai.
2. Dukungan fasilitas kerja di desa masih sangat terbatas.
3. Belum maksimalnya kinerja badan permusyawaratan desa dalam menjalankan fungsinya dalam menyerap aspirasi masyarakat.
4. Peran lembaga pemberdayaan dalam mendukung pemerintahan desa belum maksimal.
5. Peran lembaga-lembaga pendukung pemerintah masih sangat minim.
6. Tata kelola administrasi dan pelaporan keuangan masih sangat rendah.
7. Belum mampu menyediakan data dan informasi yang memadai di desa dalam penyusunan kebijakan pembangunan.
8. Desa belum mempunyai pedoman dan kesiapan tanggap darurat early wornig sistem sehingga dalam mengantisipasi bencana sangat lemah.
9. Program-program lembaga yang ada di desa masih bersifat normatif sehingga implemtasinya belum merupakan kebutuhan masyarakat.
10. Penanganan stunting yakni masalah giji buruk bayi balita masih kurang.
11. Gerakan pemberdayaan yang masih kurang. (Didi Juaidinoor)