Mahkamah Konstitusi akan menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan yang menguji ulang secara formil batas usia capres-cawapres pada besok, Selasa (29/11/2023). Perkara ini diajukan oleh 2 (dua) begawan hukum konstitusi yakni Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D. dan Dr. Zainal Arifin Mochtar, S.H., LL.M dan terdaftar dengan registrasi nomor 145/PUU-XXI/2023.
Keduanya menyatakan bahwa Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana telah dimaknai dalam Putusan 90/PUU-XXI/2023 mengandung cacat formil, karena dihasilkan dari putusan yang telah terbukti mengandung konflik kepentingan. Bahkan, menyebabkan Hakim Konstitusi Anwar Usman dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK.
Putusan tersebut dianggap bertentangan dengan Pasal 17 ayat (5) dan (6) UU Kekuasaan Kehakiman, di mana seharusnya Hakim Konstitusi Anwar Usman tidak boleh turut serta dalam perkara yang secara tidak langsung melibatkan keponakannya, yakni Gibran Rakabuming Raka.
“Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang lahir dari Putusan 90/PUU-XXI/2023 ini telah mengubah wajah demokrasi kita, bahkan telah diputus mengandung konflik kepentingan. Ini adalah ikhtiar kami untuk mewujudkan restorative constitutional justice, mengembalikan pemilu sesuai dengan konstitusi yang seharusnya”, Ujar Denny Indrayana, Wakil Menteri Hukum dan HAM RI periode 2011-2014.
Senada dengan Denny, Zainal Arifin Mochtar menyatakan bahwa Putusan MKMK penting untuk ditindaklanjuti melalui uji formil ini demi menyelamatkan wajah demokrasi Indonesia.
“Masalah konstitusional ini tidak boleh dibiarkan berlarut dan harus segera diselesaikan. Jika tidak, akan menimbulkan dampak negatif bukan hanya bagi pasangan calon yang bersangkutan, namun juga terhadap prosesi Pilpres 2024 secara keseluruhan”, Ujar mantan Direktur Pusat Kajian Anti-Korupsi (PUKAT) FH UGM, Zainal Arifin Mochtar.
Dimohonkannya uji formil ini dianggap sebagai salah satu metode yang diamanatkan oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konsitusi (MKMK) yang dipimpin oleh Prof. Jimly Asshidiqqie. Melalui Putusan MKMK Nomor 2/MKMK/L/11/2023, majelis MKMK menyatakan hanya MK yang memiliki kewenangan untuk menyatakan sah atau tidaknya putusan mereka sendiri yang mengandung konflik kepentingan, melalui pengujian kembali dengan komposisi majelis yang berbeda.
Sebelumnya, melalui Putusan 90/PUU-XXI/2023, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan yang diajukan untuk meloloskan Gibran Rakabuming Raka agar dapat berkontestasi dalam Pilpres 2024 sebagai calon wakil presiden, meskipun usianya belum memenuhi syarat. Putusan ini kemudian dikecam oleh berbagai pihak akibat terdapat konflik kepentingan, karena melibatkan Hakim Konstitusi Anwar Usman yang merupakan paman dari Gibran.
Sampai saat ini, banyak pihak terus mempermasalahkan Putusan 90/PUU-XXI/2023 karena dianggap melanggar hukum, moralitas pemilu, dan bertentangan dengan konstitusi.