Sengketa pemilihan anggota legislatif DPR RI daerah pemilihan Kalimantan Selatan I antara Partai Demokrat melawan KPU dan PAN telah berakhir hari ini. Perkara dengan registrasi nomor 196-01-14-22/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 ini telah diputus oleh Mahkamah Konstitusi dengan amar menolak gugatan Partai Demokrat untuk seluruhnya.
"Putusan tersebut memunculkan kekecewaan yang besar karena hakim mengenyampingkan berbagai fakta yang telah terang-benderang," kata Denny Indrayana, caleg Partai Demokrat dan kuasa hukum Demokrat lewat keterangan tertulis, Senin (10/6).
Perkara bermula dengan Partai Demokrat mendalilkan telah terjadi penggelembungan suara yang menguntungkan PAN dengan menambah suara sebesar 6.066. Argumen tersebut disertai dengan 810 (delapan ratus sepuluh) alat bukti berupa formulir C. Hasil-DPR, C. Hasil Salinan-DPR, D. Hasil Kecamatan-DPR, dan dokumen-dokumen lainnya. Dalil Partai Demokrat dibantah oleh KPU, PAN, dan Bawaslu yang menunjukan jenis dokumen yang sama namun dengan perolehan angka yang berbeda.
Namun yang menarik, setelah dicermati, meskipun ada perbedaan antara formulir milik Partai Demokrat, dengan formulir milik KPU, PAN, dan Bawaslu.
Justru dokumen milik Partai Demokrat lah yang bersih, tidak ada coretan, tipe x, dan pengubahan-pengubahan yang tidak wajar. Sementara hampir seluruh dokumen yang ditunjukan oleh KPU, merupakan hasil tipe x dokumen yang sebelumnya disajikan Partai Demokrat, khusus pada kolom perolehan suara PAN, surat suara tidak sah, dan surat suara sah.
"Begitu juga dengan hampir seluruh dokumen milik PAN, terdapat pencoretan yang hanya terjadi di kolom suara PAN, surat suara tidak sah, dan surat suara sah dari dokumen yang sebelumnya disajikan Partai Demokrat. Pencoretan tersebut bahkan dibubuhi paraf yang sama untuk setiap lokasi TPS yang berbeda," lanjutnya.
KPU menyatakan bahwa dokumen bersih yang diajukan Partai Demokrat adalah dokumen yang belum melalui tahap pembetulan di tingkat TPS. Sementara setelah pembetulan, terjadi perubahan perolehan hasil suara.
Padahal, jika merujuk kepada ketentuan Pasal 58 dan 59 Peraturan KPU Nomor 25 Tahun 2023, pembetulan dilakukan terlebih dahulu sebelum dokumen diserahkan kepada para pihak. Oleh karena itu, tidak akan mungkin ada dokumen versi bersih yang tersebar, jika pembetulan benar-benar dilakukan di TPS. Terlebih, pembetulan-pembetulan tersebut dilakukan dengan paraf yang sama untuk berbagai TPS yang berbeda, padahal yang berhak melakukan paraf adalah Ketua KPPS di masing-masing TPS. Tidak mungkin ada paraf yang sama untuk TPS yang berbeda, apalagi jumlahnya mencapai 500-an TPS.
"Dengan demikian, jelas terdapat indikasi pencoretan di luar TPS setelah pencoblosan selesai dilakukan," klaimnya.
Indikasi pemalsuan dokumen ini sebelumnya juga telah dibongkar oleh saksi yang dihadirkan oleh Partai Demokrat, yakni Abruri, seorang mantan Panwascam di Kabupaten Banjar yang menerangkan dirinya serta 6 orang lain yang merupakan ketua Panwascam di 7 Kecamatan yang disengketakan, diperintahkan merubah formulir tertentu dan melakukan perubahan tersebut dalam rangka menghadapi sengketa di Mahkamah Konstitusi.
“Majelis hakim panel 1 MK lebih percaya dengan 500 lebih formulir yang penuh coret-coretan tidak wajar dibanding dengan 500 lebih formulir awal yang bersih tanpa coretan. Bahkan, sudah dikuatkan juga dengan saksi-saksi bahwa coret-coretan tersebut memang sengaja dibuat untuk memanipulasi hasil. Bukan sembarang saksi, tapi ini saksi yang melihat dan melakukan langsung perubahan atas instruksi oknum KPU dan Bawaslu Kabupaten Banjar,” ujar Prof. Denny Indrayana, selaku kuasa hukum Partai Demokrat.
Sayangnya, dalam Putusan yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Daniel Yusmic, Mahkamah sama sekali tidak merespon adanya dugaan manipulasi dan pemalsuan formulir suara tersebut. Bahkan, keterangan saksi kunci Abruri pun tidak dibacakan sedikitpun. Mahkamah hanya menyatakan bukti Pemohon tidak meyakinkan, tanpa alasan yang jelas.
“Publik perlu khawatir dengan perjalanan keadilan demokrasi di Indonesia, apalagi menjelang pelaksanaan Pilkada Serentak 2024. Kecurangan yang sudah sevulgar ini, utak-atik formulir pemilu di luar TPS, justru diafirmasi oleh MK. Ini angin segar untuk terus berlaku curang, sangat membahayakan," Pungkas Denny.