Badrul Ain Optimis Pengadilan Tinggi Bebaskan Wahidah dari Penjara


Kuasa hukum Wahidah, Badrul Ain Sanusi Al-Afif, optimis hakim Pengadilan Tinggi Banjarmasin akan membebaskan kliennya dari dakwaan pidana penyerobotan lahan. Hakim Pengadilan Negeri Kotabaru sebelumnya menjatuhkan vonis 10 bulan penjara terhadap Wahidah atas kasus penyerobotan lahan di Desa Sebelimbingan, Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru.

Badrul Ain meyakini bahwa hakim Pengadilan Tinggi Banjarmasin akan objektif melihat, membaca, menelaah, dan mempertimbangkan memori Banding yang diajukan. Selain memori Banding yang diketik sebanyak 303 halaman, didalamnya terdapat alat bukti baru yang diajukan sebanyak 56 bukti, terbagi 51 alat bukti baru dari 5 alat bukti yang telah diajukan di Pengadilan Negeri Kotabaru. Memori Banding juga dimuat Legal Opini (LO) pendapat ahli hukum pidana Dr. Dwi Seno Wijanarko, S.H., M.H. selaku Dosen Tetap Universitas Bhayangkara Jakarta.

Menurut Badrul Ain Sanusi Al-Afif, S.H., M.H. saat dikonfirmasi wartawan pada Minggu 4 Agustus 2024, kliennya tidak seharusnya menjalani hukuman penjara karena Noor Wahidah selaku ahli waris almarhum Murah memiliki legalitas alas hak surat pengganti segel tahun 1978.

"Kemudian tahun 1983 adanya Surat Ukur Kantor Agraria, tahun 2013 Noor Wahidah ada surat perdamaian dengan orang yang menggelapkan surat segel hilang. Selanjutnya dibuatkan surat perdamaian dan penyataan Ahli Waris dari almarhum Murah. Penjualan lahan 16 bidang pada tahun 2013 kepada 16 orang, ada Akta Notaris Kepala Desa lama dan Camat lama tahun 2015 membenarkan tanah milik Wahidah, sehingga Wahidah juga dilindungi PP Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Hak Atas Tanah pada masa itu. Sedangkan Jonni Eko baru membeli tanah tahun 2014 berdasarkan akta jual beli," kata Badrul Ain Sanusi.

Lanjut Badrul, memang Wahidah pernah menggugat ke PTUN tahun 2017 terkait sertifikat milik Jonni Eko yang dibeli dari almarhum Nasri. Sertifikat itu diduga adanya kejanggalan dimana antara waktu pendaftaran tanah hanya berselang 26 hari pada tahun 1980 pada masih atas nama almarhum Nasri, sehingga bertentangan dengan PP Nomor 10 tahun 1961.

"Dalam putusan tersebut jelas gugatan tidak diterima. Artinyakan hanya cacat formil belum masuk ke dalam objek perkara lahan, sehingga tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah," ujar Badrul.

Adapun pada 2014, Jonni Eko membeli dari almarhum Nasri dilakukan pengembalian batas. Tapi anehnya, kata Badrul, BPN juga terlibat dalam pengembalian tersebut mengklaim Jalan Raya yang sudah dibebaskan pada tahun 2012 oleh Dinas Bina Marga. Selanjutnya SHM tersebut menumpangi tanah Noor Wahidah, bahkan pula menumpangi 5 sertifikat warga di sana disamping tanah Wahidah.

"Di Persidangan PN Kotabaru, kami baca putusan tersebut adanya pengakuan TJIU JONNI EKO yang menerangkan dia menang sidang PTUN. Padahal jelas itu keterangan yang tidak benar, bahkan bisa dilaporkan balik terkait dugaan keterangan palsu karena diatas sumpah di persidangan," terang Badrul.

"Saya meyakini dengan kinerja tim saya, dan anak-anak magang advokat di kantor saya, Wahidah akan dipandang Hakim Tinggi secara objektif dibebaskan dari penjara, karena ini menurut kami antara waktu dakwaan 2013 kejadian Wahidah mengkapling lahan, sedangkan JONNI EKO baru beli 2014 bahkan tanah sampai ini tidak dalam penguasaan Jonni Eko, sehingga tidak ada korelasi waktu atau tidak nyambungnya hukum pidana yang harus dibebankan kepada Noor Wahidah terkait Pasal 385 ayat (1) tentang Penyerobotan Lahan. Maka menurut pandangan kami dan Ahli Hukum Pidana seharusnya dibuktikan dulu masalah perdatanya melalui Pengadilan Negeri Kotabaru, bukan ke pidananya," tegas Badrul Ain Sanusi.

Wahidah yang berusia senja kurang lebih 56 tahun divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Kotabaru berdasarkan Nomor Putusan : 103/Pid.B/2024/PN Kotabaru tanggal 12 Juli 2024 oleh Isdaryanto, S.H., M.H., Masmur Kaban, S.H., dan Dias Rianingtyas, S.H.

Dengan pertimbangan menyatakan Terdakwa NOOR WAHIDAH alias IBU WAHIDAH Binti (Alm) ANUR EFENDI telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penyerobotan tanah. 

Vonis menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara sepuluh bulan, menetapkan masa Penangkapan dan Penahanan yang telah di jalani Terdakwa dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan, menetapkan Terdakwa tetap ditahan, menetapkan barang bukti berupa : satu Bandel Fotokopi SK Putusan Nomor 15/G/2017/PTUN.BJM tanggal 04 Oktober 2017, satu Bandel SHM nomor 189 tahun 1980 a.n TJIU JONNI EKO, satu Bandle akta Jual Beli nomor 322/2014 tanggal 10 Juni 2014, satu lembar Kwitansi Pembayaran sdr. Bahrani yang membeli tanah dengan Wahidah tanggal 27 Agustus 2013, satu lembar Surat Fisik Tanah a.n Imam Safe'i yang membeli tanah dari Wahidah tanggal 23 September 2013, satu lembar Surat Keterangan Fisik Tanah a.n Imam Safe'i yang diterbitkan oleh Asmuni Kepala Desa Sebelimbingan tanggal 23 September 2023, satu lembar Kwitansi pembayaran Imam Safe'i kepada Noor Wahidah tanggal 1 Oktober 2013, satu Bandle Surat Pernyataan Ahli Waris Noor Wahidah dari Alm. Murah tanggal 20 April 2017, satu lembar Surat Keterangan Ahli Waris Noor Wahidah nomor 846/217/BTH-2021/Rt.004/2017 tanggal 25 April 2017, dikembalikan kepada Terdakwa.

Kasus yang dihadapi Noor Wahidah ini atas Laporan Polisi nomor : LP/B/101/XI/2023/SPKT/POLRES KOTABARU/POLDA KALIMANTAN SELATAN tanggal 08 November 2023, oleh saksi Pelapor a.n TJIU JONNI EKO alias UTUH LARIS melalui Kuasa Hukumnya Sayed Ali Al-Idrus, S.H. & Associates.

Saat Wahidah divonis bersalah, keluarganya meminta pendampingan hukum baru kepada pengacara Badrul Ain Sanusi Al-Afif, S.H., M.H. & Rekan untuk proses Banding. Sehingga pada Kamis, 18 Juli 2024, tim hukum Badrul Ain sempat mendaftarkan Banding sebagaimana Nomor : 103/Akta Pid.B/2024/PN Ktb. yang tentunya berkesesuaian Pasal 233 ayat (2) KUHAP tentang tenggat waktu banding setelah putusan awal.
Lebih baru Lebih lama


Paman Birin Sumpah Pemuda
Iklan

نموذج الاتصال