Berau Coal Digugat atas Dugaan Eksploitasi Lahan Petani Tanpa Ganti Rugi


Konflik agraria yang melibatkan PT Berau Coal dan Kelompok Tani Usaha Bersama di Kampung Tumbit Melayu, Kecamatan Teluk Bayur, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, kembali mencuat.

Sejak tahun 2007, lahan seluas 1.290 hektar milik 647 petani yang tergabung dalam kelompok tersebut telah digarap tanpa ada ganti rugi. Kini, setelah belasan tahun berlalu, Kelompok Tani tersebut menggugat PT Berau Coal atas tuduhan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) di Pengadilan Negeri Tanjung Redeb.

Kuasa Hukum Kelompok Tani, Badrul Ain Sanusi Al-Afif, S.H., M.H., menerima kuasa pada 12 Oktober 2024. Gugatan ini diajukan setelah upaya mediasi dan hearing di DPRD Provinsi Kalimantan Timur tidak membuahkan hasil.

Menurut M. Rafiq, perwakilan Kelompok Tani Usaha Bersama, konflik ini bermula ketika PT Berau Coal mulai melakukan aktivitas pemboran di tanah mereka pada 2004, disusul penggusuran pada 2006, dan eksploitasi tambang sejak 2007. Lahan yang sebelumnya ditanami kopi, nangka, durian, serta berbagai tanaman lainnya itu dihancurkan tanpa ada proses pembebasan lahan.

"Kami memiliki legalitas berupa surat garapan Sporadik dan pernyataan penguasaan fisik tanah, namun hingga saat ini tidak ada kompensasi yang diberikan," kata Rafiq kepada wartawan, Selasa (15/10/2024). 

Lebih dari itu, Rafiq menyebut anggota kelompok tani sering menghadapi intimidasi, intervensi, hingga kriminalisasi selama memperjuangkan hak mereka. Beberapa anggota bahkan dipenjara dengan tuduhan menghalangi aktivitas tambang.

Menanggapi kasus ini, Badrul Ain Sanusi mengatakan telah mengumpulkan bukti-bukti kuat, termasuk surat dan dokumen yang dimiliki kelompok tani sejak tahun 2000. "Dari bukti yang kami pelajari, jelas PT Berau Coal telah melakukan penambangan di lahan warga tanpa pembebasan lahan terlebih dahulu," ujarnya di hadapan awak media.

Badrul Ain menegaskan bahwa gugatan Perbuatan Melawan Hukum ini bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak petani yang telah dirampas. "Kami optimistis dengan langkah hukum ini dan yakin akan ada keadilan bagi para petani," tambahnya.

Sebelumnya, DPRD Provinsi Kalimantan Timur telah menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada 16 November 2023 yang menyimpulkan bahwa PT Berau Coal harus mengganti rugi lahan kelompok tani. Namun, hingga saat ini, rekomendasi tersebut tidak diindahkan oleh pihak perusahaan.

M. Hafidz Halim, S.H., salah satu anggota magang tim hukum Badrul Ain, menambahkan bahwa PT Berau Coal diduga melanggar sejumlah regulasi, termasuk UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba dan Peraturan Pemerintah No. 96 Tahun 2021 terkait kegiatan usaha pertambangan.

"Kami akan membuktikan di pengadilan bahwa PT Berau Coal telah melakukan pelanggaran serius, baik secara administratif maupun hukum," kata Halim.

Kelompok tani berharap proses persidangan segera berjalan dan mereka bisa mendapatkan hak atas tanah yang telah digarap oleh perusahaan selama bertahun-tahun.

Lubis, salah satu anggota kelompok tani, menyatakan optimisme mereka setelah menunjuk Badrul Ain Sanusi dan tim sebagai kuasa hukum. "Kami sudah berganti-ganti pengacara, tapi kasus kami tidak pernah selesai. Kali ini kami yakin Pak Badrul bisa memperjuangkan hak kami," kata Lubis.

Hingga berita ini diterbitkan, sejauh ini pihak PT. Berau Coal belum bisa dikonfirmasi.

Lebih baru Lebih lama

Paman Birin Sumpah Pemuda
Iklan

نموذج الاتصال