Setelah kalah banding di Pengadilan Tingkat Tinggi Banjarmasin, Terdakwa Noor Wahidah, yang divonis bersalah melanggar Pasal 385 ayat (1) KUHP tentang Penyerobotan terhadap lahan milik Tjiu Johni Eko alias Utuh Laris yang merupakan konglomerat di Kotabaru, Kalimantan Selatan, tidak menyerah disitu saja.
Wahidah melalui Kuasa Hukumnya Advokat Badrul Ain Sanusi Al-Afif, S.H., M.H. mengajukan kasasi dan menyerahkan memori kasasi pada tanggal 2 September 2024 melalui Pengadilan Negeri Kotabaru sebagaimana nomor surat : 103/Akta Pid.B/2024/PN Ktb.
Wahidah sebelumnya di lvonis 10 bulan penjara oleh Pengadilan Tinggi Banjarmasin yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Kotabaru sebagaimana nomor Putusan : 188/PID/2024/PT BJM tanggal 20 Agustus 2024 Jo Putusan nomor : 103/Pid.B/2024/PN Ktb tanggal 12 Juli 2024.
Badrul Ain Sanusi Al-Afif, S.H., M.H. mengatakan pihaknya telah mengajukan kasasi dan saat ini berperkara di Mahkamah Agung Republik Indonesia.
"Kami mengharapkan Hakim Agung agar objektif, arief dan bijaksana dalam pertimbangannya banyak kejanggalan dalam perkara ini. Tentu kami akan lakukan langkah langkah maksimal dalam pembelaan sejak kami terima kuasa Banding dan hingga nantinya, banyak celah yang harus diperhatikan. Dimana selain mensrea yang tidak ada kami temukan, kemudian masalah sengketa lahan tersebut harusnya diuji dulu secara keperdataannya siapa pemilik sahnya, bukan langsung dipidanakan, kan kasian masyarakat," ujar Badrul.
M. Hafidz Halim, S.H. yang tergabung sebagai Calon Advokat pada Kantor Pengacara Badrul Ain Sanusi Al-Afif, S.H., M.H. & Rekan mengutarakan di depan media bahwa permasalahan Wahidah ini tidak layak untuk dipaksakan penjara hukuman badan terkait Pelanggaran Tindak Pidana Penyerobotan 385 KUHP itu. Pasalnya mensrea atau niat jahat dari wanita tersebut tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
"Dimana Noor Wahidah mendapatkan lahan warisan yang menjadi objek perkara itu dari Tantenya Almarhum Murah. Kemudian dia juga telah menguasai terus menerus hingga lahan dimaksud dia kapling-kapling dan kemudian dia menjual kepada 15 orang pada tahun 2013, maka selanjutnya atas lahan tersebut dibuatkanlah Sporadik oleh Kepala Desa juga diketahui Camat Pulau Laut Utara pada masa itu. Sehingga Surat berubah atas nama menjadi nama pembeli yang nyatanya setelah dijualkan tentu bukan menjadi penguasaan Wahidah lagi. Tetapi disini aparat penegak hukum tidak memandang bahwa Tjiu Johni Eko selaku Pelapor baru membeli tanah di tahun 2014 dari pemilik a.n Almarhum Nasri berdasarkan Akta Jual Beli dihadapan Notaris," ujar Halim.
Berdasarkan Fakta yang ia dapatkan juga Badan Pertanahan Nasional Kotabaru bersama Tjiu Johni Eko melakukan pengembalian batas di tahun 2014 tanpa melibatkan Wahidah, sehingga terjadi tumpang tindih terhadap seluruh tanah yang telah dijual Wahidah pada tahun 2013 itu.
"Tidak hanya menumpangi tanah Wahidah tapi juga menumpangi 5 SHM milik masyarakat setempat, serta juga menumpangi jalan raya. Kami punya data dari BPN sendiri, hal tersebut menjadi pertanyaan kita bersama lantas dimana niat jahatnya (mensrea) Wahidah, dan apakah mungkin Wahidah yang menjual tanah 2013 bisa membaca masa depan akan berhadapan dengan Tjiu Johni Eko 2014," tutup Halim.
Yudhi Tubagus Naharuddin yang saat bersamaan dan tergabung di Tim Hukum BASA melanjutkan, ia menyesalkan dan merespons dengan rasa kekecewaan yang mendalam atas putusan Pengadilan Negeri Kotabaru dan putusan Pengadilan Tingkat Tinggi Banjarmasin.
Dimana setelah banding tidak sampai 15 hari setelah kontra memori banding Jaksa Penuntut Umum, kemudian Wahidah Majelis Hakim Pengadilan Tingkat Tinggi Banjarmasin memutuskan bersalah Wahidah dengan menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Kotabaru.
"Kami telah mengajukan Memori Kasasi sehingga kami masih Optimis Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagai Benteng terakhir Peradilan akan memberikan Putusan yang Adil dan Hakiki terhadap Wanita Paruh Baya yang saat ini bertaruh harap kebenaran untuk bebas dari jerat Kriminalisasi," pungkas Yudi.
"Agar proses Hukum yang maksimal saat kami melakukan Pembelaan terhadap Terdakwa Wahidah sehingga Majelis Hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia dapat objektif mempertimbangkan perkara itu, maka kami telah memohonkan perlindungan hukum kepada Wahidah baik itu ke Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPK, Bawas Mahkamah Agung Republik Indonesia, Komisi Yudisial dan Satgas Mafia Tanah di Kementerian ATR, serta kami telah meminta Komisi Hukum DPR-RI untuk mengadakan Rapat Dengar Pendapat atas kasus yang dialami Wahidah," tutup Yudi.