Berau, Kalimantan Timur — Puluhan anggota Kelompok Tani Usaha Bersama Meraang (UBM) melakukan aksi unjuk rasa di Kampung Tumbit Melayu pada Minggu (3/11).
Mereka menuntut PT Berau Coal untuk segera membayar ganti rugi lahan yang telah dieksploitasi selama belasan tahun. Kelompok tani yang merasa dirugikan oleh perusahaan ini didampingi oleh tim hukum BASA & Rekan dalam aksi mereka.
Demonstrasi dipimpin oleh M. Rafik sebagai koordinator lapangan.
Ia menyampaikan kekecewaan yang mendalam terhadap PT Berau Coal, yang menurut kelompok tani UBM, tidak hanya merusak lahan tetapi juga gagal memenuhi kewajiban kompensasi yang dijanjikan.
Rafik menuntut agar perusahaan segera menyelesaikan hak-hak masyarakat dan menghentikan sementara aktivitas pertambangan di lahan sengketa hingga proses hukum selesai.
Tidak sampai ke lokasi, masih dijalan umum masyarakat namun rencana aksi unjuk rasa dihadang oleh puluhan Brimob dan aparat Kepolisian Polres Berau, dan puluhan Security PT Berau Coal.
Para demonstran dihadang barikade kawat berduri yang dipasang di tengah jalan umum, hal tersebut menambah ketegangan antara kedua pihak.
Insiden semakin memanas ketika salah satu oknum security dari PT SOS, yang merupakan vendor keamanan PT Berau Coal, melontarkan kata-kata kasar kepada Maspri, seorang anggota kelompok tani, dengan menyebutnya "Kurangajar" sembari menunjuk ke arah Maspri.
Insiden ini memicu emosi para peserta aksi dan hampir menyebabkan kericuhan. Security tersebut ditarik ke dalam untuk mengurangi emosi para kelompok tani.
Dalam video yang beredar, terjadi percakapan yang sengit antara Maspri dan oknum security tersebut.
Maspri meminta agar kawat berduri tidak dipasang di lokasi jalan umum. Namun respons dari oknum security tersebut semakin memperkeruh suasana dengan mengatakan, “Kamu jangan besar mulut,” dan menyebut Maspri "kurangajar". Situasi semakin panas.
Pihak tim hukum BASA & Rekan yang saat berada dilokasi menilai tindakan security tersebut sebagai upaya memancing konflik agar terjadinya kerusuhan.
M. Hafidz Halim, S.H., perwakilan tim hukum BASA, mengkritik tindakan itu dengan menyebutnya sebagai tindakan yang sangat arogan dan tidak beradab, upaya tersebut sebenarnya dapat memicu kekacauan di jalan umum yang seharusnya terbuka untuk publik.
"Untungnya kami sudah ingatkan kepada kelompok tani agar tidak terpancing, itu sengaja dilakukannya agar Penegak Hukum dapat bertindak jika tersulut sehingga itulah alasan mereka dapat membubarkan aksi," ucap Halim.
Sementara itu, perwakilan PT Berau Coal, Ishak, menyatakan bahwa peningkatan keamanan yang dilakukan bertujuan untuk menjaga aset konsesi perusahaan.
Ishak menambahkan bahwa perselisihan ini akan diselesaikan di ranah pengadilan, dan perusahaan menunggu ketetapan hukum yang berlaku. "Lepas salah dan benarnya itu nanti merupakan ranah pengadilan, jika memang sudah ada ketetapan ingkrah," ucapnya singkat.
Aksi unjuk rasa ini juga dipicu oleh ketidakhadiran PT. Berau Coal dalam sidang pertama di Pengadilan Negeri Tanjung Redeb Kelas II pada 30 Oktober kemaren, sehingga membuat M. Rafik merasa bahwa perusahaan dengan sengaja mengulur waktu dan mengabaikan hak-hak kelompok tani, Ia mengungkapkan bahwa kelompok tani berencana melanjutkan kasus ini ke Komisi Hukum DPR-RI, bahkan meminta perhatian dari Presiden Prabowo Subianto untuk memastikan penyelesaian kasus ini dengan adil.
Rafik menegaskan bahwa kelompok tani hanya ingin agar lahan mereka tidak rusak lebih jauh dan proses hukum dapat berjalan tanpa gangguan.