Awal 2025, Tercatat 13 Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di Tanbu


Batulicin - Di balik keindahan alam dan kehangatan masyarakat Kabupaten Tanah Bumbu, terdapat sebuah realitas yang mengkhawatirkan.

Dua bulan pertama tahun 2025 Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) setempat, telah menangani 13 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, dengan 3 perempuan dan 10 anak-anak menjadi korban kejahatan yang mengguncang nurani.

Kasus-kasus ini tidak hanya mencakup kekerasan fisik, tetapi juga kejahatan seksual yang sangat memprihatinkan. Salah satu kasus yang paling mengguncang adalah kasus incest yang melibatkan ayah kandung sebagai pelaku.

Data DP3AP2KB Kabupaten Tanah Bumbu menyebut, dari 3 kasus perempuan, 1 kasus adalah kekerasan seksual dan 2 lainnya KDRT. Sementara, 10 kasus anak didominasi kejahatan seksual, dengan 70 persen pelaku merupakan orang terdekat.

Kepala DP3AP2KB, Erli Yuli Susanti, membenarkan hal ini saat di ruang kerjanya, Senin (24/2/2025).

“Yang paling memilukan, ada kasus seorang anak perempuan dieksploitasi ayah kandungnya sendiri sejak kelas 6 SD setelah ibu kandungnya meninggal. Dari SD hingga SMA itu. Korban terus hidup dalam ancaman, hingga akhirnya berani bicara ke guru BK saat konseling sekolah,” papar Erli.

Korban, yang kini duduk di kelas 2 SMA, baru bisa menyuarakan kekerasan yang dialami. Meski sang ayah telah menikah lagi, ia justru menjadi target pemuasan nafsu orang tua yang seharusnya melindungi.

“Anak itu memilih kabur dari rumah dan meminta kami memfasilitasi ia tinggal dengan keluarga ibu di luar daerah. Dia trauma berat, bahkan tak ingin melapor polisi karena masih kasihan pada ayahnya,” tutur Erli.

Tim UPTD telah mendokumentasikan pengakuan korban bahwa pemerkosaan terjadi rutin selama 6 tahun. Meski korban enggan melapor, Erli menegaskan pihaknya terus mendampingi secara psikologis dan memastikan keamanannya.

Aksi Cepat UPTD: Dari Kunjungan Langsung hingga Pendampingan Psikis,
Erli menyatakan, seluruh laporan masyarakat ditangani secara responsif.

”Kami turun langsung ke lokasi, verifikasi fakta, dan berkoordinasi dengan kepolisian. Untuk korban yang butuh pemulihan, psikolog kami siap 24 jam,” tegasnya.

Selain kasus incest, UPTD juga menangani kasus remaja SMA yang menjadi korban eksploitasi melalui aplikasi Mi Chat. Kasus ini telah masuk tahap persidangan. “Ini bukti bahwa kejahatan terhadap anak bisa terjadi di mana saja, bahkan di dunia digital,” tambah Erli.

Erli mengungkapkan, modus pelaku kejahatan terhadap anak seringkali memanfaatkan kedekatan hubungan dan kondisi rentan korban. “Anak-anak korban broken home atau yatim sering jadi sasaran. Pelaku mengancam, memberi hadiah, atau memanipulasi rasa takut,” pungkasnya. (Gunawan)
Lebih baru Lebih lama


PT. Baramarta
Iklan

نموذج الاتصال