Pemahaman dan penerapan Standar Pelayanan Publik yang belum merata dan seragam, tata kelola pemerintahan yang belum berjalan baik, serta faktor kepemimpinan dan kompetensi SDM yang belum optimal.
Tiga hal tersebut, muara munculnya keluhan pelayanan publik di desa yang kemudian bisa berujung pada laporan masyarakat ke Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).
"Ada yang belum paham mengenai Standar Pelayanan Publik (SPP), mulai dari level pimpinan sampai pegawai. Pemahaman SPP ini juga harus sama, mulai dari kepala desa sampai dengan perangkat desa. Standar Pelayanan Publik itu mengacu pada Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik", urai Hadi Rahman selaku Kepala Perwakilan Ombudsman RI Kalimantan Selatan saat memberikan sambutan dalam acara penandatanganan komitmen pembentukan Desa Anti-maladministrasi di Kabupaten Balangan pada Senin, (17/02/2025) di Aula Kantor Perwakilan Ombudsman RI Kalimantan Selatan.
"Yang kedua, implementasi tata kelola pemerintahan berdasarkan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB). Ada delapan asas dalam membangun tata kelola pemerintahan yang baik. Salah satunya adalah pelayanan yang baik", paparnya.
Ia melanjutkan, yang ketiga adalah terkait dengan faktor kepemimpinan dan kompetensi perangkat desa. "Di level desa, ini yang harus terus kita tingkatkan ke depan", ujarnya.
Hadi menjelaskan bahwa Ombudsman RI adalah lembaga negara yang mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, mulai dari Pemerintah Pusat, Kementerian dan Lembaga, sampai level pemerintah di daerah, baik provinsi, kabupaten/kota hingga pemerintahan desa. Dalam konteks pelaksanaan fungsi itu, Ombudsman RI mempunyai tugas mencegah dan memberantas maladministrasi, sebagaimana amanah Undang-Undang 37 Tahun 2018 tentang Ombudsman RI.
Dalam konteks inilah, Perwakilan Ombudsman RI Kalimantan Selatan menginisiasi program pembentukan Desa Anti-maladministrasi yang sudah bergulir sejak tahun 2022. Ini adalah program yang strategis dalam rangka membantu desa sebagai unit pelayanan yang sehari-hari bersentuhan langsung dengan masyarakat dan memberikan pelayanan di tingkat dasar untuk mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas dan terhindar dari praktik-praktik maladministrasi guna mempercepat tercapainya kesejahteraan umum, sebagaimana amanah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.
"Pembentukan Desa Anti-maladministrasi di Kabupaten Balangan merupakan bagian dari tindak lanjut MoU antara Ombudsman RI dengan Pemerintah Kabupaten Balangan yang telah ditandatangani pada tahun 2022. Salah satu poin MoU tersebut adalah upaya bersama baik Pemerintah Daerah maupun Ombudsman RI untuk melakukan pencegahan maladministrasi. Maka kegiatan pembentukan Desa Anti-maladministrasi ini patut kita tafsirkan sebagai pengejawantahan atau pelaksanaan dari MoU yang sudah disepakati", ulas Hadi Rahman.
Proses pembentukan Desa Anti-maladministrasi sendiri dilakukan secara bertahap dan cukup panjang. Mulai dari tahap pencanangan komitmen, sosialisasi dan publikasi, pemenuhan instrumen, pengusulan desa yang akan dinominasikan, verifikasi internal dan faktual di lapangan, penetapan Desa Anti-maladministrasi, hingga pendampingan atau pembekalan kepada seluruh aparatur atau perangkat desa.
"Ini bukan keterpaksaan atau atas dasar penunjukan dari pemerintah daerah semata, bukan pula sebagai ajang kompetisi, tapi kami berharap ini merupakan komitmen dan keikhlasan dari kepala desa, sebagai bentuk nyata untuk memberikan pelayanan publik yang berkualitas kepada masyarakat", pesannya.
Hadi meneruskan, bahwa dari data pengaduan masyarakat dalam tiga tahun terakhir yang masuk ke Perwakilan Ombudsman RI Kalimantan Selatan, laporan mengenai pelayanan publik di desa acapkali masuk dalam substansi yang dilaporkan. "Oleh karena itu, dibutuhkan komitmen, atensi dan tindak lanjut dari pemerintahan desa terkait laporan dimaksud. Kalau bisa di level instansi, laporan itu selesai, maka semakin sedikit laporan yang masuk ke Perwakilan Ombudsman RI Kalimantan Selatan. Artinya fungsi pemerintahan dalam melayani publik dan mengelola pengaduan berjalan baik, sehingga berdampak signifikan terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik bagi masyarakat di tingkat pemerintahan desa,” terangnya.
Hadi juga menekankan pentingnya pengelolaan pengaduan yang efektif di tingkat pemerintahan desa. Misalnya adanya keluhan masyarakat mengenai bantuan sosial, jalan desa yang rusak, atau pergantian perangkat desa. Maka dibutuhkan sistem penyelesaian aduan yang efektif, sarana dan mekanisme yang jelas serta didukung oleh petugas yang kompeten, baik dari sisi komunikasi maupun kemampuan teknis.
"Kepala desa dan seluruh perangkatnya harus bisa memanfaatkan waktu untuk memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat. Ketika kita punya waktu untuk melayani, maka manfaatkanlah waktu itu sebaik-baiknya, karena memberikan pelayanan adalah tugas mulia yang tidak semua orang memiliki kesempatan seperti itu" ujarnya.
Terakhir, Hadi berpesan agar pemerintahan di desa terus berupaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan dan pengawasan pelayanan publik. "Prinsip keterbukaan atau transparansi dan akuntabilitas dengan melibatkan peran serta masyarakat, adalah salah satu asas dalam pemerintahan yang baik, dan harus menjadi pegangan dalam mengelola pemerintahan di desa. Untuk kepentingan warga desa, jangan sampai ada yang disembunyikan, sehingga dapat menimbulkan kecurigaan dan keresahan," pungkasnya.
Setelah melalui komunikasi, konsultasi, dan koordinasi kelembagaan yang intens dengan Pemerintah Kabupaten Balangan, dari 154 desa diusulkan 10 desa sebagai Desa Anti-maladministrasi dan diharapkan menjadi pionir bagi desa-desa lainnya di Kabupaten Balangan. "Kabupaten Balangan merupakan kabupaten pertama di Banua Anam yang mengusulkan penetapan Desa Anti-maladministrasi. Oleh karena itu, tentu kami sambut baik dan apresiasi upaya Pemerintah Kabupaten Balangan ini", tegas Hadi Rahman.
Untuk menandai hal tersebut, sebagai langkah awal dilaksanakan kegiatan pencanangan melalui Penandatanganan Komitmen Pembentukan Desa Anti-maladministrasi di Kabupaten Balangan. Bertempat di Aula Kantor Ombudsman Kalsel, acara penandatanganan dihadiri oleh masing-masing Pembakal (Kepala Desa) dari 10 desa di Kabupaten Balangan, yakni Desa Maradap, Desa Inan, Desa Baruh Penyambaran, Desa Padang Raya, Desa Banua Hanyar, Desa Muara Jaya, Desa Hamarung, Desa Sungai Katapi, Desa Kupang serta Desa Mayanau. Turut berhadir instansi pemangku kepentingan lainnya, yaitu Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana serta Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DP3APPKBPMD), Inspektorat Daerah, dan Bagian Organisasi Kabupaten Balangan. Selanjutnya proses akan berjalan sebagaimana tahapan yang berlaku hingga penetapan oleh Bupati Balangan nantinya.
Dalam kesempatan tersebut, Akhmad Nasa'i, Kepala DP3APPKBPMD Kabupaten Balangan, menyampaikan bahwa penandatanganan komitmen pembentukan Desa Anti-maladministrasi merupakan komitmen Pemerintah Kabupaten Balangan dalam rangka meningkatkan pelayanan publik yang prima di tingkat desa.
"Mudah-mudahan kepala desa beserta perangkatnya dapat semakin meningkatkan pelayanan publik di masyarakat. Kita memberikan pelayanan dan bekerja kepada masyarakat dengan niat ibadah. Harapan Kita mudah-mudahan Kabupaten Balangan lebih baik lagi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat," tutupnya. (Didi Juaidinoor)